Dalam sejarahnya, Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kini di bawah kepemimpinan Joko Suyanto, organisasi yang menaungi para pelaku industri BPR (Bank Perkreditan Rakyat) ini diharapkan lebih solid dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat dalam mendongkrak usaha mikro kecil dan menengah.
Sejak berdiri pada tahun 1995 hingga kini, setidaknya Perbarindo sudah dikomandani oleh 5 orang yang memiliki latar belakang sebagai bankir. Selama masa itu pula, Perbarindo mengalami pasang-surut.
Jika semula Perbarindo hanyalah sebatas wadah untuk bertukar informasi para bankir BPR, maka saat ini Perbarindo telah bermetamorfosa menjadi sebuah organisasi profesional yang menjembatani kepentingan masyarakat, pemerintah, dan seluruh insan BPR/BPRS.
Awalnya konsep Perbarindo merupakan federasi, dimana masing-masing daerah memiliki peraturan dan kebijakan tersendiri. Bahkan ketika Musyawarah Nasional I (Munas) digelar di Bandung pada 3 Agustus 1983, Perbarindo yang masih berbentuk federasi pun masih tercatat sebagai sebuah Badan Kerja Sama Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat (BKSP-BAPRI). Jadi dengan kata lain, Munas IV periode 1995-1998 yang dipimpin oleh I Wayan Sarwa (selama 18 bulan, dan digantikan oleh T. Jaya Tarigan sebagai Ketua Umum), berjalan dengan konsep federasi berubah menjadi perhimpunan dimana setiap provinsi bukanlah perhimpunan melainkan dewan pengurus daerah.
I Wayan Sarwa                   T. Jaya Tarigan                    Awet Abadi
Diakui bahwa sebelum di masa periode pengurus 1995-1998, keberadaan BPR masih berjumlah sekitar dua ratusan di seluruh Indonesia. Sedangkan jumlah DPD yang ada saat itu meliputi DPD Jatim, DPD Bali, DPD DIY, DPD DKI Jaya & Sekitarnya, DPD Jawa Tengah, dan DPD Jawa Barat. Namun sejalan dengan perkembangan industri BPR di Tanah Air, asosiasi BPR pun turut berkembang. Bahkan pada Munas IV yang diselenggarakan di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, tahun 1998 disepakati bahwa konsep federasi diubah menjadi perhimpunan. Maka sejak saat itu secara resmi Perbarindo digunakan sebagai payung organisasi yang resmi untuk seluruh bank perkreditan rakyat yang ada di Indonesia. Tentu saja dengan dibentuknya perhimpunan ini diharapkan organisasi ini akan menjadi solid dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Ada sejumlah alasan yang mengiringi mengapa akhirnya konsep federasi diganti menjadi perhimpunan. Menurut Sekjen DPP Perbarindo, T. Jaya Tarigan, saat itu perubahan dari federasi menjadi perhimpunan merupakan suatu kebutuhan dari insan BPR. “Pasalnya waktu masih berkonsep federasi, masing-masing daerah memiliki kebijakan tersendiri. Hal seperti inilah yang membuat asosiasi agak sulit menyatukan pandangan ketika menghadapi regulator,†katanya.
Sejatinya, industri BPR memang membutuhkan suatu wadah yang mampu mengakomodir seluruh kepentingan bisnis BPR. Begitu pun dalam hal kebijakan yang dituntut harus memiliki kesamaan visi. Atas dasar itu pula maka dibentuk perhimpunan, dengan harapan himpunan ini dapat menyamakan persepsi seluruh anggotanya dalam upaya meningkatkan industri BPR di Indonesia. “Sebelumnya kami memang megundang perhimpunan di daerah dan nyatanya memang dibutuhkan sebuah organisasi yang memiliki otoritas mutlak, bukannya terpecah-pecah di daerah seperti yang terjadi saat masih bernama federasi,†tambah Tarigan.
Sejak resmi menyandang nama Perbarindo, sejumlah terobosan organisasi dilakukan. Secara berkelanjutan, program yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja industri BPR berjalan secara estafet meski ketua umum berganti-ganti. Mulai dari I Wayan Sarwa, T. Jaya Tarigan, Awet Abadi, Soni Harsono, Said Hartono, hingga kini di bawah kepemimpinan Joko Suyanto.
Diakui bahwa setiap kepemimpinan tersebut, memiliki ciri khas dan dan karakternya masing-masing. Dulu, ketika Perbarindo baru terbentuk, pengurus banyak melakukan konsolidasi untuk memperkuat internal organisasi. Namun begitu, pada prinsipnya adalah bahwa setiap anggota dapat menyampaikan aspirasinya untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan regulator (pemerintah).
Intinya Perbarindo selalu berusaha memperjuangkan kebutuhan anggota dan masyarakat. Seperti  yang dilakukan Perbarindo ketika berhasil memperjuangkan agar dikeluarkannya Undang-undang oleh Pemerintah yang menjamin eksistensi BPR. Dan masih banyak lagi yang sudah dilakukan Perbarindo yang bersifat situasional terkait kemajuan industri BPR.
Dalam situasi kondisional misalnya, Perbarindo selalu ingin agar BPR tetap bertumbuh. Ketika banyak hal-hal yang mengganjal industri ini, seperti soal kemampuan mengelola BPR, Perbarindo coba memperjuangkan agar anggotanya dapat dibekali kemampuan manajerial yang mumpuni dalam mengelola BPR. Dengan adanya pelatihan manajerial BPR yang diselengarakan oleh Perbarindo, tentu saja diharapkan ke depannya BPR dapat menjalankan bisnisnya dengan standar bankir pada umumnya dan tak ada lagi kesalahan elementer dalam mengelola BPR.
Soni Harsono                                Said Hartono                       Joko Suyanto
Kesaalahan elementer inilah yang juga menjadi penyebab menurunnya jumlah BPR dari tahun ke tahun. Dulu, jumlah BPR sempat mencapai 2.700an BPR dan seiring waktu, satu per satu berguguran secara alamiah karena ketidakmampuan mengelola. Dalam hal ini Perbarindo tidak diam. Permasalahan permodalan pun diperjuangkan. Begitu pun dengan masalah pembukaan cabang BPR dan kepengurusan BPR yang coba ditata kembali oleh Perbarindo.
Hadirnya Perbarindo tentunya memberikan angin segar bagi anggotanya. Sebab Perbarindo memiliki fungsi dan peran strategis dalam mengembangkan industri dan bisnis BPR. Bahkan untuk urusan pendirian BPR pun, Perbarindo ikut andil dalam penyebaran lokasinya.“Jadi kami semua membangun industri BPR ini secara bersama-sama. Begitu pun dalam menata persaingan bisnisnya,†ujar Tarigan.
Di tengah persaingan lembaga keuangan ditingkat usaha mikro kecil dan menengah yang kian ketat saja, peran Perbarindo selaku organisasi yang menaungi industri BPR, memiliki peran yang cukup vital. Setidaknya Perbarindo dapat menjadi jembatan antar kepentingan (masyarakat, pemerintah, dan BPR). Selain itu Perbarindo juga memiliki peran lain yaitu sebagai nara sumber bagi regulator dan mitra strategis bagi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui UMKM. Setidaknya dengan solidnya organisasi Perbarindo, akan memberikan peluang lebih besar terhadap kemajuan industri BPR secara keseluruhan.          (Rakha Aji)