Jakarta – Ditengah tahun politik 2018, permintaan kredit perbankan diperkirakan masih berjalan lambat. Perlambatan tersebut dinilai sebagai dampak konsolidasi perbankan.
Hal tersebut disampaikan oleh Halim Alamsyah Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Jakarta, Kamis, 8 Februari 2017. Dirinya beranggapan, bahwa tingginya risiko penyaluran kredit masih membayangi perbankan.
“Perbankan masih tahap konsolidasi untuk membersihkan neraca mereka karena beberapa resiko sektor NPL (Non Performing Loan) masih tinggi,†ujarnya.
Halim menilai, kondisi seperti ini akan terus berlanjut hingga akhir semester pertama tahun ini dan akan mulai meningkat di semester dua seiring dengan berlangsungnya pemilihan umum dan bulan ramadhan.
Tak hanya itu, dirinya juga menilai, bahwa pertumbuhan ekonomi nasional yang diprediksi akan mencapai 5,4 persen pada tahun ini tidak akan terlalu mendongkrak angka penyaluran kredit perbankan.
“Apabila pertumbuhan ekonomi di 5,3 persen atau 5,5 persen tetap saja agak sulit. Saya rasa permintaan kredit mereka belum akan kuat di semester I tahun ini dan selanjutnya bagaimana perbankan harus siap apabila ada permintaan kredit yang mendadak,†tukas Halim.
Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) telah mencatatkan angka penyaluran kredit sepanjang tahun 2017 hanya tumbuh 8,1 persen secara year on year angka tersebut sejalan dengan target pertumbuhan kredit yang telah dipatok bank sentral untuk tahun 2017, yakni berkisar antara 8 -10 persen.