Setahun lalu, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) disahkan oleh DPR. Dengan adanya undang-undang tersebut, krisis keuangan bisa dicegah lebih cepat sehingga tidak berdampak luas seperti krisis 1997-1998.
Dalam undang-undang tersebut juga diamanatkan pentingnya koordinasi antar lembaga negara dalam pencegahan dan penanganan krisis pada sistem keuangan. Beberapa lembaga terkait seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Kementerian Keuangan tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Keempat lembaga tersebut kemudian melakukan rapat rutin setiap tiga bulan yang di antara lain membahas kondisi terkini terkait ancaman krisis ke Indonesia.
“Koordinasi penting, alhamdulillah ini bisa sudah menerbitkan undang-undang PPKSK. Koordinasi antara Menteri Keuangan, bank sentral, OJK, dan LPS itu diformalkan dalam undang-undang PPKSK,” jelas Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo dalam acara BI-APEC Financial Regulators Training Initiative di The Westin Hotel, Nusa Dua, Kamis (2/3/2017).
Perry menjelaskan bahwa dalam pencegahan krisis, BI fokus pada kebijakan makroprudensial seperti Loan To Value (LTV) atau rasio besarnya kredit yang akan diberikan dibandingkan dengan jaminannya. Sedangkan OJK fokus pada mikroprudensial yaang fokus pada pengawasan dan kesehatan lembaga jasa keuangan.
“Bank sentral fokus pada makroprudensial, pengawasan dan pengaturan makro, dan bagaimana antisipasi krisis kalau terjadi risiko nilai tukar maupun eksternal,” tutur Perry.
Sedangkan LPS terkait dengan resolusi bank terkait bank berdampak sistemik. Penanganan bank berdampak sistemik penting agar tidak menimbulkan dampak yang semakin besar.
“LPS dalam hal indeks deteksi dini dan risiko perbankan juga bagaimana persiapannya,” ujar Perry.
Sumber : detik.com