Intelektual muda dan Bank Perkreditan Rakyat-Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPR-BPRS) memiliki peran yang strategis dalam memajukan sektor ekonomi mikro di Indonesia.
Hal itu terungkap pada seminar nasional online yang digelar Asosiasi Program Diploma Keuangan dan Perbankan Indonesia (Adikpi) berkerja sama dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia (Perbarindo).
Ketua Umum DPP Perbarindo, Joko Suyanto, mengatakan meski dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19, namun industri BPR-BPRS tetap komitmen menjadi pengungkit ekonomi mikro Indonesia. Buktinya, BPR-BPRS tetap melaksanakan fungsi intermediasi berupa penyaluran dana dalam bentuk kredit.
“Penyaluran dana oleh industri BPR-BPRS dalam bentuk kredit tumbuh 3,84 persen atau Rp110 triliun pada Agustus 2020. Sebagian besar dari jumlah itu digunakan untuk pembiayaan UMKM di seluruh Indonesia,” ujar Joko Suyanto dalam keterangan persnya, Rabu (4/11/2020).
Joko mengatakan, meski mengalami masa sulit akibat pandemi, namun industri BPR-BPRS tetap mampu tumbuh positif pada posisi Agustus 2020. “Aset industri BPR tumbuh sebesar 3,87 persen (yoy) atau mencapai sekitar Rp148 triliun,” tandas Joko.
Sementara dari sisi penghimpunan dana (tabungan dan deposito), masing-masing mampu tumbuh 1,52 persen dan 4,17 persen dengan total dana sekitar Rp101 triliun yang berhasil dihimpun dari masyarakat.
Di lain pihak, belum optimalnya investasi dalam peningkatan pengetahauan, keterampilan, dan kesehatan SDM Indonesia menjadi tantangan dan harus dibenahi.
“Tentunya pembangunan sumber daya manusia yang unggul menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan SDM, terutama di sektor ekonomi dan keuangan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang penuh ketidakpastian,” kata Joko.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Soekro Tratmono menyambut baik sinergisitas antara dunia pendidikan dan industri jasa keuangan.
“Ini adalah sinergi yang positif dimana kita membangun produktivitas yang tinggi. Seminar ini menjadi contoh dimana ada sinergigisitas industri keuangan dengan pendidikan,” kata Ahmad.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemdikbud, Wikan Sakarinto yang hadir sebagai keynote speaker mengatakan, pihaknya akan terus mendorong terwujudnya link and match antara perguruan tinggi dan industri dengan menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten. “Selama ini keluhan dari pengguna lulusan perguruan tinggi adalah pada soft skill dan bukan pada hard skill,” jelas Wikan.
Oleh karena itu, jelas Wikan, kompetensi harus dipastikan tercipta di dalam paket pertama pernikahan massal yaitu, menyangkut kurikulum dan bagaimana proses pembelajarannya. “Vokasi yang kompeten itu adalah motor kita untuk menjemput bonus demografi,” tandas Wikan.
Sumber : beritassatu.com