Jakarta–Perbankan nasional bakal terkena pungutan lagi. Setelah dikenai iuran Otoritas Jasa Keuangan (OJK), premi simpanan LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan), kini ada iuran premi restrukturisasi yang akan diterapkan oleh LPS.
Seperti dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), khususnya sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf C dan ayat (2) UU PPKSK, bahwa salah satu sumber pendanaan program restrukturisasi perbankan berasal dari kontribusi industri perbankan.
Kontribusi ini merupakan bagian dari premi penjaminan (UU LPS) yang penetapannya dilakukan sebelum program restrukturisasi perbankan diselenggarakan. Besaran bagian premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah ini akan ditetapkan pada April 2017 setelah peraturan pemerintah tersebut dikeluarkan.
Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan mengaku, sejauh ini pihaknya masih membahas dengan Kementerian Keuangan terkait besaran premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan. Di mana berdasarkan UU, Kementerian Keuangan lah yang menentukan besaran premi. LPS juga belum bisa menyebutkan metode penghitungan seperti apa yang akan diterapkan pada iuran premi baru ini.
“Memang berdasarkan UU itu, yang menentukan premi adalah pemerintah. Dan tentunya wacananya masih banyak, karena ini berkaitan dengan premi,†ujar Fauzi, di Jakarta, Kamis, 12 Januari 2017.
Sementara itu, metode penghitungan yang diusulkan LPS masih tetap dengan menggunakan dua opsi, yaitu flat rate dan multiple bucket premium. Dalam hal ini digunakan beberapa parameter, seperti kelompok bank berdasarkan BUKU 1 sampai dengan BUKU 4, kelompok risiko bank atau kombinasi keduanya.
Di tempat yang sama Direktur Eksekutif Klaim dan Resolusi Bank LPS, Ferdinan Dwikoraja Purba menambahkan, bahwa besaran premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan masih terus dibicarakan secara intens oleh pemerintah. Dia mengakui, sejauh ini LPS dan pemerintah belum bisa menyampaikan lebih pasti terkait berapa besaran premi restrukturisasi itu.
“Arahnya kita belum bisa sampaikan ke mana, karena memang masih di dalam diskusi. Tetapi ketentuan dalam pelaksanaan ini diharapkan di bulan April 2017, ini memang target yang sebagaimana sudah ditetapkan. Dan kemungkinan bisa langsung diterapkan,†ucapnya.
Sedangkan untuk penerapan iuran premi baru ini, LPS dan pemerintah juga sudah mengajak diskusi pelaku industri perbankan. Dia menyatakan, dalam diskusi tersebut, banyak masukan-masukan baik dari LPS, Pemerintah maupun industri terkait dengan besaran iuran premi restrukturisasi. Dia mengku, respon dari pelaku industri perbankan bermacam-macam.
“Nah ini juga masih didiskusikan apakah kita masih mengkonversi dari flat rate ini dulu, atau bagaimana, ini akan di putuskan bagaimana formula di premi ini. Kita juga sudah diskusi dengan industri dan responnya macam-macam,†katanya.
Harus diakui memang program restrukturisasi ini bukan dimaksudkan untuk menyelamatkan bank secara individu, melainkan lebih kepada industri, untuk menjaga “value†industri perbankan agar tetap terjaga dengan baik. Jika demikian, dan tidak bisa lagi menolak karena perintah UU, diharapkan besaran premi bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing bank yang berbeda-beda kinerjanya, jadi tidak dapat disamaratakan. Bank berkinerja baik akan memperoleh insentif dari program ini.
Menurut simulasi besaran premi yang sudah dilakukan LPS ialah dengan menetapkan pertama kali target fund yang akan dihimpun selama satu kurun waktu tertentu. Sebagai contoh di negara lain, Jerman: 0,05% x PDB (15 tahun); Swedia: 2,5% x PDB (15 tahun); Jepang: 0,038% x simpanan (20 tahun); Uni Eropa: 1,05% x total simpanan yang dijamin (8 tahun). Sementara itu, IMF: 2% – 4% x PDB (nett).
Premi restrukturisasi ini tentu menjadi beban baru bagi bank. Beban ini sudah pasti akan dikenakan kepada nasabah. Jika demikian, mungkinkah suku bunga perbankan nasional bisa bersaing dengan suku bunga bank dari negara-negara lain di ASEAN? Apakah suku bunga bank di Indonesia bisa bersaing dengan Malaysia atau Thailand karena operational cost yang menjadi struktur suku bunga kredit saja terus membesar.
Ada banyak iuran. Semua itu beban.‎ Jika tidak bisa mengelak, ada beberapa catatan, bagaimana probabilitas terjadinya kegagalan bank dan bagaimana program restrukturisasi ini dijalankan (trigger point). Kondisi-kondisi itu perlu dapat dipertimbangkan sehingga dapat dimasukkan dalam formula penetapan besaran premi. Bagaimana pun, bagi bank, premi ini merupakan tambahan biaya yang harus dapat dikelola dengan baik agar efisiensi tetap terjaga.
Sumber : Infobank.com