Jakarta–Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan pemerintah merevisi peraturan menteri keuangan (PMK) No. 70/PMK.03/2017 tentang petunjuk teknis mengenai akeses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Terutama untuk nilai saldo rekening wajib pajak yang akan diintip pemerintah.
Sebagai diketahui PMK tersebut merupakan peraturan turunan dari Perpu No 1 tahun 2017 tentang keterbukaan informasi data nasabah untuk kepentingan pajak.
“Sesudah mendengar masukkan dari berbagai masyarakat maka pemerintah menganggap bahwa, kami fokus memberikan azas keadilan. Ini bukan berarti kalau mereka saldo dilaporkan otomatis adalah obyek pajak. Karena kami kumpulkan data ini dalam rangka untuk perbaiki data basis pajak kita,†ungkap Sri Mulyani di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jumat, 9 Juni 2017.
Sebelumnya, dalam PMK No. 70/PMK.03/2017 memang mengatur tentang batas minimal saldo nasabah yang akan dibuka sejumlah Rp200 juta. Namun baru berselang dua hari dari penerbitannya, pemerintah lantas merevisi batas minimal saldo nasabah yang akan diintip datanya menjadi Rp1 Miliar.
Selain atas dasar azas, Sri Mulyani menyampaikan bahwa apa yang dilakukan pemerintah dalam merevisi PMK tersebut guna menekankan dukungan bagi UMKM ke depan.
“Pemerintah tetap jaga UMKM sehingga tidak terbebani. Ini adalah penekanan dari sisi azas keadilan. Pemerintah terus mengupayakan UMKM mendapat perlakuan agar berkembang. Namun kami harap UMKM juga mulai melakukan tertib pelaporan perpajakan,†tutur manta Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Ia menyampaikan pada pelaku UMKM agar tidak perlu cemas atas aturan ini karena pihaknya di pemerintah akan tetap melakukan program untuk membantu UMKM seperti melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan lainnya.
“Kami tetap lakukan upaya untuk dukung pelaku UMKM, kemudahan pajak tetap kami lakukan sesuai PP 44 tahun 2013. UMKM dikenakan pajak final 1 persen berdasarkan omzet dana UMKM waktu amnesti pajak gunakan rate terendah, 0,5 persen untuk aset di bawah Rp10 miliar dan omzet di bawah Rp4,8 triliun,†jelas Sri Mulyani.
Ia menambahkan, bahwa batas minimal pelaporan yang menjadi Rp1 miliar tersebut akan mengurangi beban bagi lembaga keuangan untuk membuat administratif pelaporan. Selain itu pihaknya juga akan fokus memerangi kejahatan pajak. “Kami juga ingin selaraskan dengan ketentuan AEoI di mana kami fokus untuk memerangi kejahatan pajak oleh badan usaha multinasional dan individu superkaya,†tutup Sri Mulyani.
Sumber : infobanknews.com