Intelektual muda dan BPR/BPRS (Bank Perkreditan Rakyat/Bank Perkreditan Rakyat Syariah) memiliki peran yang strategis dalam memajukan sektor ekonomi mikro di Indonesia. Hal itu terungkap pada seminar nasional online yang digelar Asosiasi Program Diploma Keuangan dan Perbankan Indonesia (ADIKPI) berkerja sama dengan Perhimpunan Bank Perkreditan Indonesia (Perbarindo) pada 3 Oktober 2020, yang diikuti 900-an peserta.
Seminar bertajuk “Peran Intelektual Muda dan BPR/BPRS untuk Memajukan Sektor Ekonomi Mikro” ini diselenggarakan sebagai perwujudan awal dari konsep “pernikahan massal” (link and match) antara kampus dan industri. Dalam hal ini antara program diploma keuangan dan perbankan Indonesia khususnya industri BPR/BPRS di bawah naungan Perbarindo.
Dalam sambutannya, Ketua Umum DPP Perbarindo Joko Suyanto mengatakan bahwa meski dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19, namun industri BPR/BPRS tetap komit menjadi pengungkit ekonomi mikro Indonesia. Buktinya, BPR/BPRS tetap melaksanakan fungsi intermediasi berupa penyaluran dana dalam bentuk kredit.
“Penyaluran dana oleh industri BPR/BPRS dalam bentuk kredit tumbuh 3,84 persen atau Rp110 triliun pada Agustus 2020. Dan sebagian besar dari jumlah itu digunakan untuk pembiayaan UMKM di seluruh Indonesia,” ujar Joko Suyanto, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/11/2020).
Meski mengalami masa sulit akibat pandemi, namun industri BPR/BPRS tetap mampu tumbuh positif pada posisi Agustus 2020. Aset industri BPR tumbuh sebesar 3,87% (yoy) atau mencapai sekitar Rp148 triliun. Sementara dari sisi penghimpunan dana (tabungan dan deposito), masing-masing mampu tumbuh 1,52% dan 4,17% dengan total dana sekitar Rp101 triliun yang berhasil dihimpun dari masyarakat.
Di lain pihak, belum optimalnya investasi dalam peningkatan pengetahauan, keterampilan, dan kesehatan SDM Indonesia menjadi tantangan dan harus dibenahi. Tentunya pembangunan sumber daya manusia yang unggul menjadi kunci dalam mengatasi permasalahan SDM, terutama di sektor ekonomi dan keuangan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang penuh ketidakpastian.
Dalam kesempatan seminar online ini Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV OJK Ahmad Soekro Tratmono menyambut baik sinergisitas antara dunia pendidikan dan industri (jasa keuangan). Itu adalah sinergi yang positif dimana kita membangun produktivitas yang tinggi.
“Seminar ini menjadi contoh dimana ada sinergi industri keuangan (BPR) dengan pendidikan,” kata Ahmad.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto yang hadir sebagai keynote speaker mengatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong terwujudnya link and match antara perguruan tinggi dan industri dengan menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten. Menurutnya selama ini keluhan dari pengguna lulusan perguruan tinggi adalah pada soft skill dan bukan pada hard skill. Oleh karena itu, kompetensi harus dipastikan tercipta di dalam paket pertama pernikahan massal; yaitu menyangkut kurikulum dan bagaimana proses pembelajarannya.
“Vokasi yang kompeten itu adalah motor kita untuk menjemput bonus demografi,” ungkap Wikan.
Pada kesempatan yang sama, Asosiasi Program Diploma Keuangan dan Perbankan Indonesia (ADIKPI) menyambut baik kebijakan Direktorat Pendidikan Vokasi tentang “perkawinan massal” antara kampus dan industri. Menurutnya kebijakan ini sangat esensial, karena kebijakan ini mendorong kampus untuk lebih adaptif terhadap dinamika dan perubahan kebutuhan industri yang sangat cepat dalam era revolusi 4.0, terlebih pada sektor keuangan dan perbankan.
Di sisi lain, Kepala Divisi Transformasi LPS Ary Rismy, mengatakan, terkait dengan peningkatan kompetensi mahasiswa, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyediakan program magang bagi mahasiswa yang terangkum dalam Program Peningkatan Kapabilitas SDM dalam Bidang Perbankan dengan Mitra Perguruan Tinggi.
“Program ini terbuka bagi seluruh kampus dan mahasiswa yang ada. Selain itu LPS juga rutin mengadakan seminar-seminar di kampus. Kami juga membuka diri untuk menjadi dosen tamu bagi kampus-kampus,” terang Ary Rismy.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Chandra Wijaya yang hadir sebagai narasumber mengungkapkan bahwa sektor mikro ini penting dan harus diperhatikan oleh semua pihak. Mengutip data sekunder, jumlah unit usaha yang ada di Indonesia saat ini berjumlah lebih dari 64 juta. Dan dari jumlah tersebut, sebanyak 63 juta adalah unit usaha mikro.
”Jadi sektor mikro sangat banyak unit usahanya. Dan rata-rata pertumbuhannya lebih dari 2% setiap tahun. ,” kata Chandra.
Sementara dari jumlah tenaga kerja yang berjumlah sekitar 116 juta orang itu, kata Chandra, 91%-nya diserap oleh usaha mikro. Chandra juga menyoroti tentang kontribusi sektor UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) yang cukup besar yaitu lebih dari 60%. Dari angka tersebut, katanya, kontribusi usaha mikro mencapai 37%.
“Atas data itu, usaha mikro menjadi sangat penting. Jadi kita harus sama-sama memikirkan bagaimana memajukannya, termasuk juga pembiayaannya,” ujar Chandra.
sumber : wartaekonomi.co.id