Jakarta – Pemerintah memiliki program untuk meningkatkan akses seluruh masyarakat terhadap layanan keuangan formal atau yang disebut dengan inklusi keuangan. Hal ini diwujudkan melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.
Berdasarkan data Bank Dunia di tahun 2014, jumlah penduduk dewasa Indonesia yang telah memiliki rekening di lembaga keuangan formal baru sekitar 36%. Hal ini mendorong pemerintah untuk meningkatkan inklusi keuangan masyarakatnya hingga menjadi 79% di tahun 2019 nanti.
“Meski meningkat dari tahun 2011 yang hanya sebesar 19,6%, namun jika dibandingkan negara peer (sebanding), penduduk banked di Indonesia masih cukup rendah. Malaysia 81%, India 53%, China 79%, dan Brazil 68%,” ujar Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Pungky P. Wibowo dalam jumpa pers di Bank Indonesia, Jakarta, Senin (13/3/2017).
Dengan masih sedikitnya penduduk Indonesia yang terhubung ke sistem keuangan formal, peningkatan kesejahteraan terancam menjadi imbasnya. Hal ini disebabkan masyarakat tidak memiliki sarana untuk menabung dengan berlanjut dan menjadi tidak dikenal oleh lembaga keuangan sehingga tertutup potensi untuk mendapatkan pembiayaan dan produk keuangan lainnya.
Pungky menyebutkan, setidaknya ada dua hal yang selama ini menyebabkan masyarakat enggan untuk melakukan akses keuangan secara formal seperti perbankan.
“Dari sisi permintaan, misalnya jarak yang jauh ke kantor cabang bank, waktu lama untuk mengantri, formalitas yang tinggi, dan tidak adanya dokumen identitas yang lengkap, itu jadi penyebabnya,” ujar dia.
“Ada juga dari sisi penyedia jasa keuangan, pendirian kantor cabang bank dirasa mahal dan persyaratannya pun cukup kompleks, layanan keuangan untuk masyarakat kecil bukanlah bisnis yang menguntungkan, dan tidak adanya produk yang sesuai untuk segmen nasabah tersebut,” pungkasnya.
Suber : detik.com