JAKARTA-Rasio Kredit bermasalah bank perkreditan rakyat pada penghujung tahun lalu sempat menyusut meskipun masih berada di level atas, yakni 6 %.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengakui angka 6 % masih terbilang besar untuk rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL).
Namun, sambungnya angka NPL 6% tersebut mengindikasikan ada penurunan setelah posisi Oktober 2016 sempat menyentuh level 6,67%, pada November rasio kredit bermasalah sekitar 6,5 % dan saya yakin pada Desember bisa 6 %, ucap Joko Suyanto.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merangkum perkembangan rasio kredit bermasalah BPR sejak 2011. Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), NPL pada tahun lalu sebesar 6,67% merupakan yang tertinggi sejak tahun 2011.
Menurut Joko, kondisi itu terpengaruh perlambatan pertumbuhan kredit serta banyak nasabah menunda pembayaran. Lazimnya nasabah yang melunasi peminjaman pada akhir tahun lebih banyak. Oleh karena itu, diperkirakan NPL bisa susut pada Desember.
“Tahun ini, dengan melihat indikator yang ada, kami akan jaga rasio kredit bermasalah di bawah 5%â€, tuturnya bernada optimis.
Beberapa indikator yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi dan suku bunga acuan bank sentral. Perbarindo memproyeksikan kredit BPR bisa turun di level 12%-13% sedangkan penghimpunan dana pihak ketiga antara 12% – 14%.
Sampai dengan Oktober tahun lalu, totol kredit yang disalurkan BPR tercatat menyentuh Rp 80,33 triliun. Nilai ini menunjukan peningkatan sebesar 8,2% dibanding dengan bulan yang sama pada 2015 sejumlah Rp 74,28 triliun.
Adapun untuk penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) secara keseluruhan per Oktober tahun lalu Rp 73,51 triliun. Jumlah ini terdiri dari  deposito Rp 50,96 triliun dan tabungan Rp 22,55 triliun. Apabila total DPK dikomparasikan dengan pemghimpunan pada Oktober 2015 menunjukan pertubuhan 13%.