Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengungkapkan wacana penerbitan mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC) untuk sistem pembayaran domestik saat ini masih dalam kajian.Â
Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Onny Widjanarko mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan kajian tahap awal. Dia bilang, kajian ini perlu dilakukan terhadap semua aspek, termasuk dari aspek legal apakah bertentangan dalam Undang-undang (UU) Mata Uang.
“Belum ada rencana uji coba atau menerbitkan. Kita lihat dulu implikasinya. Kalau nanti diterbitkan, sistem moneter, keuangan, dan payment system (sistem pembayaran) bagaimana,” katanya dalam jumpa pers di Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Onny menjelaskan, rencana penerbitan mata uang digital bukan karena adanya penggunaan virtual vurrency seperti bitcoin yang saat ini tengah marak. Kedua hal tersebut kata dia sama sekali berbeda.
“Jadi mohon sikapi ini bukan karena virtual currency. Bank sentral mau bikin digital currency, instrumennya beda. Enggak ada naik turun seperti virtual currency. Kita lihat lagi dari sisi hukum, UU, itu akan dilihat semua,” jelasnya.
Bank sentral negara lainnya di dunia juga tengah melakukan penelitian di bidang ini dan belum ada yang menerapkan. Onny bilang, jika melihat kajian dan pandangan Bank Sentral negara lainnya, penerbitan mata uang digital akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pasalnya, BI tak perlu terus menerbitkan uang rupiah fisik, melainkan bisa mengedarkan uang dalam bentuk digital.
“Jadi tidak perlu cetak uang, ada legal tendernya yakni kepastian hukum, dan tidak fluktuatif naik turun seperti virtual currency (mata uang virtual seperti bitcoin),” ungkapnya.
Kajian sendiri diperkirakan baru bisa selesai dalam dua tahun ke depan. Bank Sentral baru akan memutuskan untuk menerbitkan atau tidak mata uang digital rupiah tersebut setelah kajian tersebut rampung.
“Kita akan coba usahakan selesai dua tahun untuk riset. Mudah-mudahan kalau bisa lebih cepat, ya bagus. Tapi kita kan enggak tahu kompleksitasnya nanti seperti apa. Belum kita pelajari hukumnya, UU nya, IT infrastructure-nya. Belum dari sisi operasionalnya sampai kalau benar-benar dipakai, bagaimana cara pakainya,” pungkasnya.
Sumber :Â finance.detik.com